Kamis, 22 Januari 2009

Empat Prinsip Komunikasi Quantum Teaching untuk Menciptakan Komunikasi Efektif Guru dan Siswa

Oleh Risa Rahayu, S.Pd
Guru SMAN 3 Surabaya

Abstract
Quantum Teaching gives four powerful communication principles between teacher and students in the class. Those principles can be used by teacher when he teaches, gives clues, arrange teaching and learning, or give feed-back. The four principles are: (1) arising positive impression ; (2) directing the focus ; (3) creating inclusive words ; (4) producing specific thing. Communication based on those four principles creates the effective communication between teacher and students in the classroom. The result shows the followings: (1) Positive impression can arise the process of teaching and learning and it can be done through the conversation which support the process, create challencing impression, curiousity , and the competence to analyse errors. (2) Directing the focus can be done through conversation which has the purpose of communication. The more focused conversation the clearer communication to create acts. (3) Unclusive can be done through the words which motivate the togetherness. (4) Specific production can be done through the avoidance of the words focus to the general topic, teachers are to use the specific words or phrases as the communication steps. The clearness creats acts. Using the four principles teachers can maximize the process of teaching ang learning because the principles contains four reasons: (1) maximize the whole brain to increase the quality of learning and the quantity of learning; (2) avoid the misunderstanding in the communication because of the generalization and the opening of the earger association; (3) creating good attitude and behavior which support the process of teaching and learning, and (4) increase the result of process of teaching and learning.
Key Word: The four principles of the powerful communication of quantum teaching, Effective communication.


Pendahuluan
Ketika guru mengajar di kelas dan berbicara kepada siswa, sering terjadi kesalahpahaman komunikasi antara guru dan siswa. Tujuan komunikasi yang berada di benak dan pikiran guru tidak sama dengan yang berada di benak dan pikiran siswa. Hal ini terlihat dari respon perilaku siswa setelah guru menyampaikan beberapa dialog, misalnya, guru bermaksud agar siswa merapikan meja dan memasukkan buku ke dalam tas karena pelajaran selesai dan akan istirahat. Dialog yang diucapkan guru “Anak-anak, sebentar lagi istirahat! Bersiap-siaplah kalian!” Maka respon siswa adalah para siswa ramai, bersorak-sorak, dan berjalan ke sana ke mari untuk siap-siap istirahat. Respon ini tentu tidak sesuai dengan yang dimaksud dalam benak dan pikiran guru ketika menyampaikan informasi tersebut. Hal ini sering terjadi tanpa disadari oleh guru.

Selain itu, ada beberapa dialog yang tanpa disadari oleh guru, ternyata dialog tersebut tidak memberikan kontribusi yang positif kepada siswa. Dikatakan tidak memberikan kontribusi yang positif kepada siswa karena dialog tersebut ternyata menurut siswa justru melemahkan semangat siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Dialog tersebut, misalnya, “Anak-anak, jangan ramai! Kalian harus konsentrasi terhadap materi ini karena materi ini sulit. Banyak kakak kelas kalian yang tidak tuntas dalam materi ini.” Di benak siswa materi tersebut sulit dan tidak menarik untuk dipelajari. Oleh karena itu, siswa mengikuti proses belajar mengajar dengan setengah hati karena gambaran kesulitan dan ketidakmampuan terhadap materi tersebut. Alhasil, prestasi siswa dalam materi tersebut kurang memuaskan. Hal ini terlihat dari hasil ulangan dan kemampuan siswa menjawab soal-soal dalam tahap refleksi yang dilakukan oleh guru.

Salah satu alternatif solusi untuk mengatasi berbagai masalah di atas, diterapkan empat prinsip komunikasi ampuh quantum teaching. Empat prinsip ini dapat menciptakan komunikasi efektif antara guru dan siswa di kelas karena hasil penelitian De Porter (2000:117) empat prinsip komunikasi ampuh quantum teaching tersebut dapat memperbaiki interaksi komunikasi guru dan siswa di kelas. Empat prinsip komunikasi ampuh quantum teaching tersebut meliputi: (1) Munculkan kesan; (2) Arahkan fokus; (3) Inklusif; (4) Spesifik.

Berkaitan dengan hal di atas, tulisan ini akan mengupas tentang penerapan empat prinsip komunikasi ampuh quantum teaching untuk menciptakan komunikasi efektif di kelas X3 SMAN 3 Surabaya dan alasan-alasan diterapkannya keempat prinsip tersebut dalam proses belajar mengajar di kelas.

Empat Prinsip Komunikasi Ampuh Quantum Teaching
1. Quantum Teaching
Quantum teaching dimulai di SuperCamp. SuperCamp adalah sebuah program percepatan quantum learning yang ditawarkan Learning Forum, yaitu sebuah perusahaan pendidikan internasional yang menekankan perkembangan keterampilan akademis dan keterampilan pribadi. Strategi mengajar ini diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning, Multiple Intellegences, Neuro-Linguistic Programming, Experiential Learning, Sociatic Inquiry, Cooperatif Learning, dan Elements of Effective Instructrion. Teori-teori tersebut menawarkan model-model pembelajaran yang meninggalkan metode-metode belajar konvesional.

Salah satu karakteristik model pembelajaran baru tersebut adalah pelatihan untuk era belajar. Pelatihan tersebut ditandai dengan keterlibatan penuh pembelajar, motivasi internal, adanya kegembiraan dan kesenangan dalam belajar, dan integrasi belajar yang lebih menyeluruh ke dalam segenap kehidupan organisasi. Asumsi dasarnya adalah belajar bukan lagi persiapan untuk bekerja, belajar adalah bekerja (Meier; 2002:24).

Hasil di Supercamp menunjukkan bahwa murid-murid yang mengikuti Supercamp mendapatkan nilai yang lebih baik, lebih banyak berpartisipasi, dan merasa lebih bangga akan diri mereka sendiri. Secara khusus hasil-hasil di Supercamp menunjukkan (a) 68% meningkatkan motivasi; (b) 73% meningkatkan nilai; (c) 81% meningkatkan rasa percaya diri; (d) 84% meningkatkan harga diri; (e) 98% melanjutkan penggunaan keterampilan.
Adapun quantum teaching adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya. quantum teaching juga menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas. Interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar (De Porter, 2000:3).

Asas utama quantum teaching adalah “Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka”. Maksud asas tersebut adalah langkah pertama seorang guru mendapatkan hak mengajar dari murid. Oleh karena itu, ia harus memasuki dunia murid agar keberadaannya diterima murid. Hal ini penting karena dengan memasuki dahulu dunia mereka akan memberikan izin untuk memimpin, menuntun, dan memudahkan perjalanan mereka menuju kesadaran dan ilmu pengetahuan yang lebih luas. Bagaimana caranya? Dengan mengaitkan materi yang guru ajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, etletik, musik, seni, rekreasi, atau akademis mereka. Setelah kaitan itu terbentuk, guru dapat membawa murid ke dalam dunia kita dan memberi pemahaman mengenai isi dunia itu. Di sinilah kosa kata baru, model rumus, konsep, dan sebagainya dapat dibeberkan.

Quantum teaching memiliki beberapa prinsip. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut, (a) Segalanya berbicara yaitu segalanya dari lingkungan kelas hingga bahasa tubuh guru sampai pada kertas yang dibagikan dan rancangan pelajaran mengirimkan pesan tentang belajar. (b) Segalanya bertujuan yaitu semua yang terjadi dalam penggubahan pengajaran mempunyai tujuan. (c) Pengalaman sebelum pemberian nama yaitu proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka memperoleh nama untuk hal yang mereka pelajari. (d) Akui setiap usaha yaitu belajar mengandung resiko, belajar berarti melangkah keluar dari kenyamanan. Pada saat siswa mengambil langkah ini mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. (e) Jika layak dipelajari layak pula dirayakan yaitu memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar.

Model quantum teaching terdiri dari dua seksi utama, yaitu konteks dan isi. Konteks adalah latar dalam pembelajaran. Konteks terdiri dari beberapa bagian, yaitu suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Adapun isi adalah keterampilan penyampaian untuk kurikulum dan strategi yang dibutuhkan siswa untuk bertanggung jawab terhadap hal yang mereka pelajari. Isi meliputi penyajian yang prima, fasilitas yang luwes, keterampilan belajar- untuk-belajar, dan keterampilan hidup.

2. Empat Prinsip Komunikasi Ampuh
Guru adalah penyampai kurikulum. Oleh karena itu, perkataan guru dan cara guru mengatakan sangat berpengaruh terhadap siswa dalam menerima pelajaran yang terdapat dalam kurikulum. Setiap interaksi yang dilakukan guru dengan siswa sama pentingnya dengan perkataan guru, bahkan mungkin lebih penting. Quantum teaching memberikan empat prinsip komunikasi ampuh. Komunikasi ampuh ini dapat dipakai oleh guru ketika mengajar, memberikan petunjuk, menata konteks, atau memberikan umpan balik (De Porter 2000:118). Komunikasi ampuh ini dapat dilakukan dengan mudah dan disengaja. Keempat komunikasi ampuh tersebut sebagai berikut.

a. Munculkan Kesan
Kesan yang dimaksud dalam komunikasi ampuh quantum teaching adalah citra (De Porter, 2000:119). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:216) ada beberapa makna tentang citra. Makna yang tepat dalam kaitannya dengan maksud di sini yaitu kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat.
Perkataan guru diharapkan mampu menimbulkan kesan yang dapat memacu belajar siswa. Secara sadar, guru diharapkan memilih perkataan yang menimbulkan citra positif, memacu pelajaran, dan meningkatkan komunikasi. Jangan sampai perkataan guru menimbulkan citra negatif yang dapat melemahkan pembelajaran, misal, menimbulkan kesan kesulitan, kebosanan, bahaya, kegagalan dan sebagainya.

b. Arahkan Fokus
Fokus adalah unsur yang menonjolkan suatu bagian kalimat sehingga perhatian pendengar tertarik pada bagian itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001:319). Dalam kaitannya dengan interaksi siswa-guru di kelas, diharapkan perkataan guru mampu langsung mengarahkan perhatian siswa kepada asosiasi yang mendukung belajar. Oleh karena itu, pilihlah kata-kata yang langsung mengarah pada asosiasi yang dimaksud dalam pesan itu. Jangan sampai membuka peluang bagi siswa untuk menciptakan berbagai macam asosiasi yang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak mendukung belajar.
Langkah pertama yang dapat dilakukan oleh guru agar prinsip arahkan fokus ini dapat terpakai yaitu “tanyalah kepada diri sendiri: di mana guru ingin memusatkan perhatian siswa”. Lalu, pilihlah kata-kata yang langsung mengarahkan fokus mereka.

c. Inklusif
Semua perkataan guru diharapkan memacu terciptanya dinamika yang positif dan memacu hubungan kerja sama yang menyeluruh. Setiap orang diajar terlibat dalam proses pembelajaran.
Sebagai quantum teacher, guru diharapkan menciptakan sebuah suasana kerja sama, kerja tim, dan keterlibatan, terutama mengingat adanya asosiasi negatif yang dimiliki beberapa siswa mengenai dinamika guru dan siswa. Memilih kata secara sadar dan sengaja dapat memperkuat rasa kebersamaan dan menimbulkan asosiasi positif. Untuk menciptakan lingkungan belajar yang penuh kerja sama, gunakanlah bahasa yang mengajak semua orang. “Mari kita” dan “kita” menciptakan kesan keterpaduan dan kesatuan. Perkataan seperti itu berarti, “Kita berjuang bersama-sama” (De Porter, 2000:122).

d. Spesifik
De Porter (2000:122) mengatakan bahwa kesalahan komunikasi sering terjadi karena generalisasi. Generalisasi memungkinkan orang lain mengisi kekosongan dengan pemahamannya sendiri. Semakin spesifik perkataan, akan semakin membawa kejelasan. Kejelasan mendorong lahirnya tindakan yang diinginkan dalam komunikasi.
Keempat prinsip komunikasi ampuh tersebut merupakan komunikasi verbal, yaitu komunikasi yang dilakukan secara lisan melalui suatu percakapan. Komunikasi verbal harus didukung oleh komunikasi nonverbal, yaitu mengarah kepada komunikasi tanpa kata seperti sikap, gerakan tubuh, gerak isyarat, dan ekspresi wajah (Darmawan, 2006:4).

Mengapa komunikasi verbal harus didukung oleh kamunikasi nonverbal? Karena pesan dan bahasa tubuh itu sama dan sebangung atau kongruen (De Porter, 2000:124). Tubuh dan suara adalah kurir yang membawakan pesan. Dengan dukungan komunikasi nonverbal yang efektif, guru dapat menyampaikan pesan kongruen yang akan memperkuat komunikasi. Pesan yang kongruen adalah pesan yang memiliki perkataan, ekspresi wajah, gerak tubuh, dan postur yang selaras. Wajah mengatakan hal yang sama dengan perkataan tubuh dan pikiran otak.
Hal-hal yang merupakan komunikasi nonverbal dalam quantum teaching yaitu kontak mata, ekspresi wajah, nada suara, gerak tubuh, dan postur.

3. Komunikasi Efektif
Ada banyak definisi tentang komunikasi. Salah satu definisi tersebut adalah yang dikemukakan oleh Rachmadi (1994:65). Ia mengatakan bahwa komunikasi itu merupakan proses penyampaian atau pengiriman pesan dari sumber kepada satu atau lebih penerima dengan maksud untuk mengubah perilaku dan sikap penerima pesan.

Pada dasarnya, orang berkomunikasi itu memiliki tujuan. Tujuan proses komunikasi sebagai berikut, (a) Menciptakan pengertian yang sama terhadap setiap pesan dan lambang yang disampaikan. (b) Merangsang pemikiran pihak penerima untuk memikirkan pesan dan rangsangan yang ia terima. (c) Melakukan suatu tindakan yang selaras dengan pesan yang diterima sebagaimana diharapkan dengan adanya penyampaian pesan tersebut, yaitu untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu (Darmawan, 2006:2).

Jadi, berdasarkan hal-hal di atas, ukuran bahwa komunikasi itu efektif adalah informasi disampaikan dan hubungan dibangun (Ludlow,1996:7). Informasi tersampaikan apabila pesan yang berada dalam benak dan pikiran komunikan dapat diterima secara sama oleh komunikator. Hubungan dibangun apabila tujuan-tujuan komunikasi di atas dapat tercapai.
Tidak semua komunikasi itu efektif. Pesan yang dikirim oleh satu pihak kepada pihak lain terkadang tidak diterima dengan baik seperti yang dimaksud pengirim pesan. Hal ini terjadi karena pesan yang disampaikan terhambat oleh berbagai kendala yang muncul saat komunikasi berlangsung. Pembatas komunikasi muncul saat adanya gangguan-gangguan dalam komunikasi sehingga mangacaukan dan menghambat pesan pengirim.

Ludlow (1996:16) mengelompokan kendala komunikasi ke dalam tiga kelompok, yaitu (a) Kendala dalam penerimaan yang meliputi: rangsangan dari lingkungan, sikap dan nilai-nilai penerima, kebutuhan dan harapan penerima. (b) Kendala-kendala dalam pemahaman yang meliputi: bahasa, masalah semantik, kemampuan penerima untuk mendengar dan menerima, panjang komunikasi, perbedaan status. (c) Kendala dalam penyambutan: praduga, konflik pribadi antara pengirim dan penerima. Salah satu cara untuk mengurangi akibat kendala-kendala tersebut adalah selama proses komunikasi memeriksa terus-menerus isi berita yang dikirim dan yang diterima. Hal ini dapat dilakukan melalui umpan balik antara komunikan dan komunikator.

Alasan Penerapan Empat Prinsip Komunikasi Ampuh Quantum Teaching untuk Menciptakan Komunikasi Efektif antara Guru dan Siswa di Kelas X3 SMAN 3 Surabaya
1. Pentingnya Kesan
Mengapa kesan/citra itu penting dalam pembelajaran? Hal ini terkait dengan otak. Menurut teori otak triune (Meier, 2002:83), otak manusia terdiri dari tiga bagian: neokorteks, sistem limbik, dan otak reptil. Neokorteks adalah topi otak, penutup yang melilit berupa zat berwarna kelabu yang merupakan 80-85% dari massa otak. Otak ini mempunyai banyak fungsi tingkat tinggi seperti berbahasa, berpikir abstrak, memecahkan masalah, merencanakan ke depan, bergerak dengan baik, dan berkreasi.

Sistem limbik adalah otak tengah yang memainkan peranan besar dalam hubungan manusia dan emosi. Ini adalah otak sosial dan emosional. Di otak ini juga terkandung sarana yang penting untuk ingatan jangka panjang. Otak reptil adalah bagian otak paling sedehana. Tugas otak reptil adalah mempertahankan diri. Otak ini menguasai fungsi otomatis seperti degupan jantung dan sistem peredaran darah. Di sini adalah pusat perilaku naluriah dan reseptif yang cenderung mengikuti contoh dan rutinitas secara membuta dan ritualistis.

Kaitan citra dengan otak adalah bahwa belajar harus melibatkan fungsi limbik otak. Emosi (yang difungsikan oleh sistem limbik otak) dan akal sehat berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar. Menurut teori Accelerated Learning bahwa tidak ada apapun yang dapat mempercepat pembelajaran selain rasa gembira (Meier, 2002:85). Citra negatif akan memperlambat belajar bahkan menghentikan sama sekali. Citra yang positif akan membuat pembelajar berada dalam keadaan santai dan terbuka. Mereka dapat “naik tingkat” ke area neokorteks. Jika citra negatif dan pembelajar merasa tertekan, mereka cenderung “turun tingkat” ke otak reptil dengan tujuan bukan untuk belajar melainkan untuk bertahan. Belajar jadi lambat atau bahkan terhenti.

Hal ini juga dibuktikan dari hasil survei di kelas X3 SMAN 3 Surabaya. Berdasarkan hasil survei percakapan guru. Citra positif ditunjukkan B dan citra negatif ditunjukkan A.
1) 95% Siswa memilih B karena percakapan 1(b) menimbulkan kesan positif yang memacu pembelajaran dan mengajak semua siswa untuk terlibat sungguh-sungguh dalam belajar. “Anak-anak, bagian ini paling menantang. Mari kita simak sungguh-sungguh supaya kalian betul-betul memahaminya.” Daripada percakapan “Anak-anak, bagian bab ini paling sulit dan membosankan. Jadi, kalian harus waspada kalau tidak mau gagal.” Percakapan ini menimbulkan kesan kesulitan, kebosanan, kewaspadaan, dan kegagalan.
2) 72,5% Siswa memilih percakapan B karena percakapan 2(b) menimbulkan kesan tantangan tetapi siswa mampu menguasainya. Menurut Cornegie (1993:190), tantangan merupakan satu cara sempurna untuk menarik manusia menjadi bersemangat. “Ini bagian yang paling menantang yang telah kalian kuasai sejauh ini.”Daripada “Sekarang kita sampai pada bagian tersulit pelajaran ini.”
3) 75% Siswa memilih percakapan B karena percakapan 3(b) menimbulkan kesan penasaran untuk menaklukkan tantangan dalam pelajaran tersebut. “Materi ini mengandung banyak tantangan.” Daripada percakapan “Materi ini paling sulit.” Percakapan ini menimbulkan kesan pelajaran sulit.
4. 80% Siswa memilih percakapan B karena percakapan 4(b) menimbulkan kesan memacu siswa untuk mengkaji kembali tugas rumah. “Marilah kita mulai dengan melihat kesenangan rumah kemarin. Silakan keluarkan, kemudian dioper kepada teman di sebelah kananmu,” (setelah mengumpulkan dan melihat hasil PR …)

Tampaknya kita perlu mengulang konsep kemarin dengan cepat. Ibu benar tidak?” (jeda). “Bagus. Keluarkan catatan kalian dan mari kita ulang dengan menggunakan contoh kemarin.”
Daripada percakapan,
“Marilah kita mulai dengan melihat kesenangan rumah kemarin. Silakan keluarkan ,kemudian dioper kepada teman di sebelah kananmu,” (setelah mengumpulkan dan melihat hasil PR …) “Tampaknya kita perlu mengulang konsep kemarin dengan cepat. Ibu benar tidak?” (jeda). “Bagus. Keluarkan catatan kalian dan mari kita ulang dengan menggunakan contoh kemarin.”

2. Pentingnya Arahkan Fokus
Ilmuwan memperkirakan bahwa otak manusia menerima lebih dari 10.000 pecahan informasi setiap detik saat manusia terjaga (De Porter, 2000:120). Lalu bagaimana otak bekerja dan kaitannya dengan prinsip arahkan fokus? Prinsip arahkan fokus memanfaatkan kemampuan otak yang mampu memilih banyaknya input dan memusatkan perhatian otak. Otak memiliki kemampuan pemroresan –ganda. Setelah masuk ke otak, informasi indrawi diproses pada tingkat sadar atau tidak sadar. Informasi yang tidak dibutuhkan akan disimpan di bawah tidak sadar. Informasi yang mengarah pada fokus akan dibawa pada tingkat sadar dan melahirkan tindakan. Oleh karena itu, percakapan yang mengarahkan fokus ke pusat perhatian yang dimaksud dalam komunikasi akan menciptakan komunikasi yang efektif.

Hal ini dibuktikan hasil pengamatan percakapan guru dan reaksi siswa. Percakapan yang fokus langsung pada hal yang dimaksud dalam komunikasi akan melahirkan tindakan siswa. Percakapan mengarahkan pada fokus ditunjukkan B dan yang tidak mengarahkan pada fokus ditunjukkan A. Hasilnya sebagai berikut.
1) 77,5% Siswa memilih percakapan B karena percakapan 5 (b) bersifat fokus membatasi waktu untuk menyelesaikan pekerjaan. “Marilah kita selesaikan pekerjaan itu dalam waktu lima belas menit. Setelah itu, kumpulkan di meja guru.” Daripada percakapan “Cepat selesaikan pekerjaan kalian. Saya menunggu untuk dikumpulkan.”
2) 75% Siswa memilih percakapan B karena percakapan 15 (b) menimbulkan kejelasan untuk melakukan tindakan yaitu mengerjakan PR. “Ingatlah, kerjakan PR kalian.”Daripada percakapan “Jangan lupa besok ulangan.”
3) 97,5% Siswa memilih percakapan B karena percakapan 16 (b) menimbulkan kejelasan untuk belajar nanti malam tentang materi ulangan besok. “Ingatlah, nanti malam kalian belajar materi argumentasi karena besok ulangan materi tersebut.” Daripada percakapan “Jangan lupa besok ulangan.”
4) 67,5% Siswa memilih percakapan B karena percakapan 17(b) menimbulkan kejelasan agar datang sepuluh menit sebelum pelajaran dimulai. “Datanglah sepuluh menit sebelum pelajaran dimulai.” Daripada percakapan “ Usahakan agar datang tidak terlambat.”

3. Pentingnya Inklusif
Memanfaatkan seluruh otak merupakan kunci untuk membuat belajar lebih cepat, lebih menarik, dan lebih efektif (Meier, 2002:84). Terkait dengan hal tersebut, belajar harus melibatkan fungsi sistem limbik. Pelibatan sistem limbik yang positif akan merangsang penggunaan fungsi otak naik tingkat ke area otak neokorteks yaitu otak belajar.
Seperti yang telah dijelaskan, sistem limbik adalah otak tengah yang memainkan peranan besar dalam hubungan manusia dan emosi. Oleh karena itu, pembelajaran harus bersifat sosial. Kerjasama di antara pelajar melibatkan lebih banyak daya otak keseluruhan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas belajar. Agar tercipta lingkungan belajar yang penuh kerja sama, gunakan bahasa yang mengajak semua orang dan menciptakan kesan keterpaduan dan kesatuan.

Hal ini juga terbukti dari hasil survei dalam table 3, untuk percakapan guru yang bersifat inklusif nomor 6, 9, 10, 11, 13, 14. 82,5%, 87,5%, 90%, 70%, 92,5%, 75% siswa memilih percakapan B karena percakapan tersebut menimbulkan asosiasi positif yaitu mengajak dalam kebersamaan.
“Ingatlah, kerjakan PR kalian.”
“Kita akan mempelajari langkah-langkah ini!”
“Anak-anak, mari pahami keterangan saya ini.”
“Kita akan memperhatikan grafik halaman 134. Mari keluarkan buku kalian.”
“Kalian ingin mendapatkan nilai bagus? Ayo, kita bersungguh-sungguh belajar agar mendapat nilai lebih baik dari SKM.”
“Anak-anak, mari pusatkan perhatian kalian pada soal-soal ini. Hindari hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi kalian terhadap soal tersebut.”
Daripada percakapan:
“Yang harus kalian lakukan, mengeluarkan pekerjaan rumah kemarin.”
“Ibu akan mengajarkan langkah-langkah ini!”
“Anak-anak, perhatikan!”
“Bapak ingin kalian mengeluarkan buku dan grafik pada halaman 134.”
“Kalian harus mendapatkan nilai yang lebih baik.”
“Anak-anak jangan mengobrol saja. Kerjakan soal-soal itu secepatnya.”

4. Pentingnya Spesifik
Semakin spesifik perkataan akan semakin memberikan kejelasan. Kejelasan melahirkan tindakan yang diinginkan dalam komunikasi. Kespesifikan dapat diciptakan dengan penggunaan kata-kata yang spesifik, menggunakan metafora (nomor 6), contoh visual (nomor 3), menyebut nama siswa (nomor 5. a). Kespesifikan menciptakan komunikasi efektif. Masing-masing 90%, 70%, 92,5%, dan 75% siswa memilih percakapan tersebut karena bersifat spesifik dan jelas.
“Anak-anak, mari pahami keterangan saya ini.”
“Kita akan memperhatikan grafik halaman 134. Mari keluarkan buku kalian.”
“Kalian ingin mendapatkan nilai bagus? Ayo, kita bersungguh-sungguh belajar agar mendapat nilai lebih baik dari SKM.”
“Anak-anak, mari pusatkan perhatian kalian pada soal-soal ini. Hindari hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi kalian terhadap soal tersebut.”
Daripada percakapan:
“Anak-anak, perhatikan!”
“Selanjutnya, Bapak ingin kalian mengeluarkan buku dan grafik pada halaman 134.”
“Kalian harus mendapatkan nilai yang lebih baik.”
“Anak-anak, jangan mengobrol saja. Jangan ramai. Kerjakan soal-soal itu secepatnya.”

Penutup

Penerapan Empat Prinsip Komunikasi Ampuh Quantum Teaching untuk Menciptakan Komunikasi Efektif antara Guru dan Siswa di Kelas X3 SMAN 3 Surabaya berguna untuk (1) menimbulkan kesan/citra positif yang dapat memacu pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan percakapan yang mendukung pembelajaran (misal, kemudahan, keasyikan, kemanfaatan dan sebagainya), menciptakan kesan tantangan, penasaran, dan kemampuan untuk mengkaji kembali suatu kesalahan. (2) Untuk mengarahkan fokus dapat dilakukan dengan penggunaan percakapan yang langsung mengarah pada fokus yang dituju dalam tujuan komunikasi tersebut. Semakin fokus percakapan akan melahirkan kejelasan. Semakin jelas komunikasi akan melahirkan tindakan. (3) Untuk menciptakan percakapan yang inklusif dapat dilakukan dengan menggunakan kata-kata yang mengajak dalam kebersamaan dan menimbulkan asosiasi positif, misalnya dengan menggunakan kata “mari” dan “kita”. (4) Untuk menciptakan percakapan yang spesifik dapat dilakukan dengan menghindari kata-kata yang berkesan umum/general tetapi dengan kata-kata yang lebih spesifik mengarah pada kejelasan sebagaimana yang dimaksud dalam komunikasi. Kespesifikan akan membawa kejelasan. Kejelasan mendorong lahirnya tindakan.


DAFTAR PUSTAKA

Cornegie, Dale. 1993. Bagaimana Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang lain. Jakarta: Binarupa Aksara.
Daniar, Sudarwan. 2007. Metode Penelitian untuk Ilmu-Ilmu Perilaku. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Darmawan, Didit. 2006. Komunikasi dan Presentasi. Surabaya: Mahardika.
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
De Porter, Bobbi. 2000. Quantum Teaching:Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-Ruang Kelas. Bandung: Kaifa.
Ludlow, Ron & Fergus Panton. 1996. The Essence of Effective Communication Komunikasi Efektif. Yogyakarta: Andi.
Meier, Dave. 2002. The Accelereted Learning Hand Book. Bandung: Kaifa.
Ndraha, Taliziduhu. 1981. Research (Teori Metodologi Administrasi). Jakarta: Bina Aksara.
Rachmadi, F. 1994. Public Relation dalam Teori dan Praktik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Suharsimi, Arikunto. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Jakarta: Bina Aksara.

1 komentar:

  1. Sukses ya..... oya hari ini sy dapat majalahnya karena ikut seminar yang di selenggarakan oleh KGP NTB di SMKN 4 Mataram Lombok. Makasi N selamat berkarya bagi guru.

    Kunjungi juga blog sy; satriawanalbayani.blogspot.com

    BalasHapus